Rabu, 28 Februari 2024

Story Mural Mayjend. Soengkono

Bidang 1:

  • Lahir di Purbalingga pada tanggal 1 Januari 1911, Mayjend Soengkono merupakan putra kedua dari dua bersaudara dengan Ayah bernama Tawireja dan Ibu bernama Rinten.
  • Pernah bersekolah masa kecil di Sekolah Ongko Loro Muhammadyah, Purbalingga, lalu HIS dan Mulo.
  • Sejak kecil mempunyai cita-cita menjadi seorang tentara, maka Mayjend Soengkono masuk ke Kweek School Voor Inlandsche Schepelingen (KIS) atau Institusi Kejuruan Teknik Perkapalan. Setelah lulus, ditempatkan di Instansi Militer Laut Belanda (Vliegtuigmaker) sebagai mekanik kapal.
  • Pernah menjadi awak Kapal Seven Provincien, Mayjend Soengkono salah satu orang yang turut dalam mogok masal memprotes kebijakan Gubernur Jendral B.C. De Jonge, yaitu pemotongan gaji awak kapal sebesar 17 % pada tahun 1933 akibat krisis moneter.
Field 1:
  • Born in Purbalingga on January 1 1911, Major General Soengkono was the second son of two brothers with a father named Tawireja and a mother named Rinten.
  • He attended school as a child at Ongko Loro Muhammadyah School, Purbalingga, then HIS and Mulo.
  • Since he was a child, he dreamed of becoming a soldier, so Major General Soengkono entered the Kweek School Voor Inlandsche Schepelingen (KIS) or Naval Engineering Vocational Institution. After graduating, he was placed at the Dutch Maritime Military Agency (Vliegtuigmaker) as a ship mechanic.
  • Once a crew member of the Seven Provinces, Major General Soengkono was one of the people who took part in the mass strike protesting the policy of the Governor General of B.C. De Jonge, namely cutting crew salaries by 17% in 1933 due to the monetary crisis.

Bidang 2:

  • Setelah diberhentikan dari awak kapal Seven Provinsien, Mayjend. Soengkono bergabung dengan Komunitas awak kapal di Surabaya, dan lanjut bergabung menjadi Tentara PETA.
  • Mengawali karir militer sebagai Tentara PETA bentukan Jepang yang pada akhirnya bubar, setelah itu jebolan Heiho dan PETA menjadi BKR dan Mayjend. Soengkono  akhirnya terpilih menjadi pimpinan pasukan BKR Kota Surabaya.
  • Tergabung dalam pasukan BKR Kota Surabaya, Mayjend Soengkono terlibat dalam berbagai peristiwa pertempuran di berbagai penjuru kota, termasuk penyerbuan Markas Besar Kaigun Angkatan Laut Jepang di Gubeng.

Field 2:

  • After being dismissed from the crew of the Seven Provinces, Maj. Gen. Soengkono joined the ship's crew community in Surabaya, and then joined the PETA Army.
  • Starting his military career as a PETA soldier formed by Japan which eventually disbanded, after that Heiho and PETA graduates became BKR and Major General. Soengkono was finally elected as leader of the Surabaya City BKR troops.
  • Joining the Surabaya City BKR troops, Major General Soengkono was involved in various battle events in various parts of the city, including the attack on the Japanese Navy's Kaigun Headquarters in Gubeng.

Bidang 3:

  • Perumusan dan Ikrar Naskah Pregolan, sebagai jawaban atas ultimatum Tentara Sekutu agar menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Namun Naskah Pregolan menetapkan untuk mempertahankan Kota Surabaya dan melawan Tentara Sekutu.
  • Memimpin BKR dengan membantu Divisi Dapur Umum pimpinan Bu Dar Mortir, untuk mendistribusikan makanan dan minuman kepada para Tentara Pejuang Arek-Arek Suroboyo.
  • Mayjend. Soengkono terlibat dalam berbagai pertempuran di kota Surabaya melawan serangan Tentara Sekutu baik dari darat, laut maupun udara.
Field 3:
  • Formulation and Pledge of the Pregolan Manuscript, in response to the Allied Army's ultimatum to surrender unconditionally to the Allies. However, the Pregolan Manuscript stipulates defending the city of Surabaya and fighting the Allied Army.
  • Leading BKR by assisting the Public Kitchen Division led by Bu Dar Mortir, to distribute food and drinks to the Arek-Arek Suroboyo Fighter Soldiers.
  • Maj. Gen. Soengkono was involved in various battles in the city of Surabaya against Allied Army attacks from land, sea and air.

Bidang 4:

  • Pada Tanggal 3 Maret 1946, Mayjend Soengkono diangkat sebagai Panglima Divisi VII, meliputi daerah Surabaya, Bojonegoro dan Madura. Lalu pada tanggal 23 Mei 1946 menjadi Panglima DIvisi TRI Narotama meliputi Surabaya, Madura dan Kediri.
  • Pada Tahun 1948 diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Militer Jawa Timur dan pangkatnya dikembalikan menjadi Kolonel, dengan tugas menumpas gerakan PKI Madiun, dan berhasil.
  • Pada tanggal 16 Juni 1950, Soengkono alih tugas ke Jakarta dan pangkatnya naik menjadi Brigadir Jendral. Dan pada tahun 1958 ia diangkat menjadi Inspektur Jendral Pengawasan Umum Angkatan Darat, dengan kenaikan pangkat Mayor Jendral, hingga pensiun dengan jabatan terakhir Penasehat Menteri/Pangad
Field 4:
  • On March 3 1946, Major General Soengkono was appointed as Commander of Division VII, covering the areas of Surabaya, Bojonegoro and Madura. Then on May 23 1946 he became Commander of the TRI Narotama Division covering Surabaya, Madura and Kediri.
  • In 1948 President Soekarno was appointed Military Governor of East Java and his rank was returned to Colonel, with the task of crushing the PKI Madiun movement, and was successful.
  • On June 16 1950, Soengkono transferred his duties to Jakarta and was promoted to Brigadier General. And in 1958 he was appointed Inspector General of Army General Supervision, with a promotion to the rank of Major General, until he retired with the final position of Advisor to the Minister/Commander of the Army.

Selasa, 27 Februari 2024

Story Mural Residen Soedirman

Bidang 1:

  • Semasa muda bekerja sebagai Pegawai Cukai.
  • Pada 1912 menikah dengan Siti Sundari.
  • Mereka merupakan suami istri yang aktif berorganisasi, terutama di "Indobescche studieclub".
  • Soedirman juga aktif berjuang melalui kepartaian. 
Field 1:

  • When he was young he worked as an Excise Officer.
  • In 1912 he married Siti Sundari.
  • They are husband and wife who are active in organizations, especially in "Indobescche studieclub".
  • Sudirman also actively fought through a political party.

Bidang 2:

  • Terjadi pengibaran bendera di menara Kantor Gubernur Jawa Timur, yang juga Kantor Karisidenan Surabaya tempat Residen Soedirman berkantor, pada 1 Oktober 1945.
  • Saat peristiwa perobekan bendera di hotel orange, sebelumnya Residen Soedirman datang dan melakukan perundingan dengan pimpinan belanda Mr. Ploeghman. 
Field 2:
  • There was a flag raising on the tower of the East Java Governor's Office, which was also the Surabaya Resident Office where Resident Soedirman had his office, on October 1 1945.
  • During the flag tearing incident at the Orange Hotel, previously Resident Soedirman came and held negotiations with the Dutch leader, Mr. Ploeghman.

Bidang 3:

  • Di Kantor Karisidenan Surabaya, Jepang secara resmi menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah Surabaya yg diwakili oleh Residen Soedirman.
  • Saat tentara Sekutu datang ke Surabaya, disusul penyebaran pamflet yang pertama pada Oktober 1945, Residen Soedirman mendatangi Brigadir Mallaby dan melakukan perundingan.
  • Pada perundingan gencatan senjata antara Presiden Soekarno dan pimpinan tentara Sekutu. Residen Soedirman ikut serta dalam sidang membentuk Kontak Biro.
  • Pecah pertempuran 10 November. Residen Soedirman ikut menyingkir membentuk pemerintahan darurat di luar kota.
Field 3:
  • At the Surabaya Resident Office, Japan officially handed over power to the Surabaya government represented by Resident Soedirman.
  • When Allied troops came to Surabaya, followed by the distribution of the first pamphlets in October 1945, Resident Soedirman visited Brigadier Mallaby and held negotiations.
  • During ceasefire negotiations between President Soekarno and the leadership of the Allied troops. Resident Soedirman participated in the session to form the Contact Bureau.
  • Fighting broke out November 10. Resident Soedirman stepped aside to form an emergency government outside the city.


Senin, 26 Februari 2024

Story Mural H.R. Moehammad

Bidang 1 :

  • Masa kecil R. Moehammad bersama orangtuanya di Sragen Jawa Tengah ( berasal dari keluarga bangsawan keturunan Sultan Demak dan Prabu Brawijaya . Cicit dari Setjodiwirjo (kyai Ngali Muntoha)
  • Disekolahkan oleh Pamannya di Pondok Pesantren.
  • Menerima ijazah tamat dari OSVIA pada tahun 1927.
  • Bertugas di Surabaya, menjadi wakil kepala jaksa di Kalisosok.

 Field 1:

  • R. Moehammad's childhood with his parents in Sragen, Central Java (comes from a noble family descended from the Sultan of Demak and Prabu Brawijaya. Great-grandson of Setjodiwirjo (kyai Ngali Muntoha)
  • Sent to the Islamic Boarding School by his uncle.
  • Received a diploma from OSVIA in 1927.
  • Served in Surabaya, became deputy chief prosecutor in Kalisosok.

Bidang 2 :

  • Masa pendudukan Jepang, Moehammad masuk PETA dan jadi Dan Yon pada tahun 1944.
  • Situasi terjadinya pertempuran Surabaya fase pertama pada bulan oktober, dimana Tentara Sekutu Inggris yang dipimpin oleh Brigjen AWS. Mallaby dengan kekuatan 6000 pasukan, kalah dalam pertempuran ini.
  • Saat kedatangan presiden dan wapres RI di Sby, ia diangkat jadi pimpinan Tentara Keamanan Rakyat (BKR) Jatim.
  • Selaku anggota kontak biro, berkeliling kota Surabaya pada tanggal 30 Oktober 1945 untuk meredakan suasana.

 Field 2:

  • During the Japanese occupation, Moehammad entered PETA and became Dan Yon in 1944.
  • The situation of the first phase of the Surabaya battle in October, where the British Allied Army led by Brigadier General AWS. Mallaby with a force of 6000 troops, lost this battle.
  • When the president and vice president of the Republic of Indonesia arrived in Sby, he was appointed leader of the East Java People's Security Army (BKR).
  • As a member of the contact bureau, toured the city of Surabaya on October 30 1945 to calm the atmosphere.

Bidang 3 :

  • Saat konvoi tiba di Jembatan Merah, dihadang massa yang protes kepada delegasi Sekutu (Brigader Mallaby)
  • Moehammad dan Kundan masuk gedung Internatio untuk negosiasi dengan perwira Inggris.
  • Komandan TKR  R. Moehammad mengendalikan pasukannya pada peristiwa pertempuran 10 Nopember 1945.

 Field 3:

  • When the convoy arrived at Red Bridge, it was blocked by a crowd protesting against the Allied delegation (Brigadier Mallaby)
  • Moehammad and Kundan entered the Internatio building for negotiations with British officers.
  • TKR Commander R. Moehammad controlled his troops during the battle of 10 November 1945.

Bidang 4 :

  • Pasca Revolusi Kemerdekaan, R. Moehammad menjadi bupati Ponorogo (1951-1955).
  • HR Moehammad menjadi residen Gubernur pertama di Lampung.
  • HR. Moehammad Menjadi anggota DPR (1971).
Field 4:

  • After the Independence Revolution, R. Moehammad became regent of Ponorogo (1951-1955).
  • HR Moehammad became the first Governor-resident in Lampung.
  • HR. Moehammad Became a member of the DPR (1971).

Story Mural Doel Arnowo

 

Bidang 1 :

  • Doel Arnowo Nama asli Abdoel Adhiem) lahir tanggal 30 Oktober 1904 sampai remaja di kampung Gentengkali Surabaya bersama kedua orangtuanya Ayah Arnowo dan ibu Djahminah.
  • Bekerja di Kantor Pos Surabaya (1921-1933)
  • Menjadi aktifis politik di Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927.
  • Ditangkap Belanda dan masuk penjara (17 April 1934-Juni 1935)karena kritis ke Pemerintah Belanda melalui karya-karya tulisannya, salah satunya yang berjudul “Kamoes Marhaen”

 Field 1:

  • Doel Arnowo Real name Abdoel Adhiem) was born on October 30 1904 until he was a teenager in the Kampung Gentengkali Surabaya with his parents, father Arnowo and mother Djahminah.
  • Worked at the Surabaya Post Office (1921-1933)
  • Became a political activist in the Indonesian National Party (PNI) in 1927.
  • Arrested by the Dutch and imprisoned (17 April 1934-June 1935) because he was critical of the Dutch government through his written works, one of which was entitled "Kamoes Marhaen"

Bidang 2 :

  • Pada masa pemerintah Jepang diangkat sebagai pegawai kantor propaganda Jepang.
  • Menjadi anggota dewan penasehat pemerintahan kota.
  • Mendapat tugas mengorganisir pemuda2 yang masuk PETA di seluruh Jatim.
  • Awal kemerdekaan, aktif mengawal pembentukan pemerintahan sipil di Surabaya.
  • Cak Doel memimpin gerakan memperbanyak dan menyebarluaskan berita proklamasi.

 Field 2:

  • During the Japanese government, he was appointed as an employee of the Japanese propaganda office.
  • Become a member of the city government advisory board.
  • Got the task of organizing youth who joined PETA throughout East Java.
  • early independence, actively overseeing the formation of a civil government in Surabaya.
  • Cak Doel led the movement to increase and disseminate news of the proclamation.

Bidang 3 :

  • Doel Arnowo dalam sidang KNI 25-27 Agustus 1945, dimana ia sebagai ketua KNI Karesidenan Surabaya.
  • Doel menyerukan gerakan pengibaran merah putih di seluruh penjuru kota Surabaya berturut-turut mulai tanggal 29 sampai 31 Agustus 1945.
  • Melalui sidang KNI diputuskan untuk membentuk Badan Keamann Rakyat (BKR) dan Badan Penolong Korban Perang (BPKP) pada tanggal 2 September 1945.
  • Cak Doel mengumpulkan dan meminta para ex perwira PETA untuk menghimpun lagi bekas anak buahnya.
  Field 3:

  • Doel Arnowo at the KNI session 25-27 August 1945, where he was the chairman of KNI Surabaya Residency.
  • Doel called for a red and white hoisting movement throughout the city of Surabaya successively from 29 to 31 August 1945.
  • Through the KNI session, it was decided to form the People's Security Agency (BKR) and the War Victim Assistance Agency (BPKP) on September 2 1945.
  • Cak Doel gathered and asked former PETA officers to gather their former subordinates again.

Bidang 4 :

  • Setelah pertempuran Surabaya fase 1 ( Oktober) Doel Arnowo sebagai angota kontak biro ikut terlibat perundingan dengan pihak Sekutu.
  • Meletus insiden  di jembatan merah yang menewaskan brigader Mallaby, cak Doel berlindung di tebing sungai.
  • Setelah masa revolusi, ia dipilih menjadi Walikota Surabaya ( 1950-1952)
  • Doel Arnowo memimpin awal Pembangunan Tugu Pahlawan. Kemudian dilanjutkan oleh Walikota Surabaya berikutnya R. Mustajab.
  • Doel Arnowo bertugas di Depdagri, Jakarta.
Field 4:

  • After the Surabaya battle phase 1 (October) Doel Arnowo as a contact bureau member was involved in negotiations with the Allied forces.
  • After the incident on the red bridge killed the Mallaby brigade, Cak Doel took refuge on the river bank.
  • After the revolutionary period, he was elected Mayor of Surabaya (1950-1952)
  • Doel Arnowo led the initial construction of the Heroes Monument. Then continued by the next Mayor of Surabaya, R. Mustajab.
  • Doel Arnowo works at the Ministry of Home Affairs, Jakarta.

Story Mural Bung Tomo

Bidang 1 :

  • Soetomo kecil tinggal di kampung Blauran bersama kedua orangtuanya, Ayahnya Kartawan Tjiptowidjojo dan ibunya Subastita.
  • Soetomo sering berbincang dan belajar persoalan bangsa dari sang kakek.
  • Masa remaja bergabung di kepanduan.
  • Pernah bekerja di sejumlah surat kabar dan juga menjadi wartawan, salah satunya di kantor Berita Domai

 Field 1:

  • Little Soetomo lived in Blauran, a small kampung, with his parents. His father Kartawan Tjiptowidjojo and his mother Subastita.
  • Soetomo often talked and learned about national issues from his grandfather.
  • When he was a teenager, he joined Scouting.
  • Has worked in a number of newspapers and was also a journalist, one of which was at Domai News Agency

Bidang 2 :

  • Berunding dengan Perwira Jepang di tangsi Don Bosco.
  • Berpidato di corong Radio Pemberontakan, bersama Ketut Tantri.
  • Terjadinya pertempuran 10 November di Surabaya.

 Field 2:

  • Negotiate with Japanese officers at the Don Bosco barracks.
  • Speech on the Radio Rebellion channel, with Ketut Tantri.
  • The battle occurred on November 10, 1945 in Surabaya.

Bidang 3 :

  • Bung Tomo masih terus mengobarkan semangat juang melalui pidatonya baik melalui radio maupun ruang terbuka.
  • Menjadi menteri negara urusan veteran, merangkap menteri sosial (Agustus 1955-Maret 1956).
  • Menjadi anggota DPR RI dari Partai Rakyat Indonesia (PRI) (1956-1959)
  • Menunaikan ibadah haji dan wafat di Arafah-Mekkah 7 Oktober 1981
Field 3:

  • Bung Tomo still continues to inspire fighting spirit through his speeches both on radio and in open spaces.
  • Became state minister for veterans affairs, concurrently minister of social affairs (August 1955-March 1956).
  • Became a member of the DPR RI from the Indonesian People's Party (PRI) (1956-1959)
  • Performed the Hajj and died in Arafah, Mecca, October 7 1981

Story Mural Gubernur R.M.T. Soerjo


 Bidang 1 :
  • Raden Mas Tumenggung (R.M.T.) Ario Soerjo (Gubernur Soerjo) remaja bersama kedua orangtuanya R.M. Wiryosumarto (Ajun Jaksa Magetan) dan R.A. Kustiah.
  • Menjadi veldpolitie (Mantri Polisi) di Madiun.
  • Mengikuti pendidikan polisi di Sukabumi.
  • Menjadi asisten wedana di sejumlah tempat.

 Field 1:

  • Raden Mas Tumenggung (R.M.T.) Ario Soerjo (Governor Soerjo) at his teens with his parents R.M. Wiryosumarto (Adjunct Magetan Prosecutor) and R.A. Kustiah.
  • Became a veldpolitie (Police Orderly) in Madiun.
  • Attended police academy in Sukabumi.
  • Became a wedana assistant in a number of places.

Bidang 2 :

  • Menempuh pendidikan di bestoor school – Hoofden School (OSVIA) (Sekarang IPDN), Jakarta
  • Saat  menjadi bupati di Magetan ( 1938-1943)
  • Diangkat sebagai Su Cho Kan (Residen) di Bojonegoro dimasa pendudukan jepang.
  • Setelah proklamasi diangkat sebagai gubernur Jatim.

 Field 2:

  • Studied at Bestoor School – Hoofden School (OSVIA) (Now IPDN), Jakarta
  • When he was a regent in Magetan (1938-1943)
  • Appointed as Su Cho Kan (Resident) in Bojonegoro during the Japanese occupation.
  • After the proclamation he was appointed as governor of East Java.

Bidang 3 :

  • Reaksi Gubernur Soerjo melakukan penolakan terhadap selebaran ultimatum Sekutu 9 Nopember 1945
  • Pidato resmi Gubernur di RRI, menolak ultimatum ancaman dari Tentara Inggris.
  • Pecah pertempuran 10 November 1945.
  • Gubernur Soerjo menjalankan pemerintahan darurat berpindah2 di luar kota Surabaya.

 Field 3:

  • Governor Soerjo's reaction, rejected the Allied ultimatum leaflet November 9, 1945
  • The Governor's official speech at RRI, rejecting the ultimatum threat from the British Army.
  • Fighting broke out November 10, 1945.
  • Governor Soerjo was running an emergency government outside Surabaya.

Bidang 4:

  • Menjadi ketua DPA
  • Peristiwa pemberontakan dan penumpasan PKI di Madiun dan sekitarnya 1948.
  • Penghadangan oleh gerombolan PKI terhadap Soerjo dan KomBes polisi M. Doerjat dan Komisaris Polisi Suroko di Dukuh Ngandu, Desa Bangunrejo, Kedunggalar-Ngawi dan dimakamkan di Sawahan, Desa Kepolorejo, Magetan.

Field 4:

  • Become chairman of the DPA
  • The rebellion and crushing of the PKI in Madiun and its surroundings in 1948.
  • Blockade by PKI gangs against Soerjo and Police Commissioner M. Doerjat and Police Commissioner Suroko in Dukuh Ngandu, Bangunrejo Village, Kedunggalar-Ngawi and buried in Sawahan, Kepolorejo Village, Magetan.

Rabu, 05 Januari 2022

SEJARAH BERDIRINYA TUGU PAHLAWAN DAN MUSEUM SEPULUH NOPEMBER

 


Monumen Tugu Pahlawan yang dibangun dalam bentuk “paku terbalik” dipandang mempunyai nilai filosofis monumental dimana peletakan batu pertama dilakukan oleh Presiden RI yang pertama, Ir. Soekarno pada tanggal 10 Nopember 1951 dan diresmikan pada tanggal 10 Nopember 1952 juga oleh Ir. Soekarno dengan mengambil lokasi tepat diatas areal bekas gedung Raad Van Justitie Belanda, yang pada jaman pendudukan jepang digunakan sebagai gedung Kempetai.

Di masa pemerintahan pendudukan Jepang gedung ini dipergunakan Kempetai Jepang untuk mengadili, menyiksa dan menahan pejuang pejuang Indonesia. Pada waktu pecah Pertempuran Surabaya, gedung ini dikuasai oleh pemuda pemuda dan menjadi pusat pejuangan. Akhirnya gedung ini pun hancur terkena tembakan artileri Sekutu. Monumen Tugu Pahlawan dibangun sebagai simbol semangat kepahlawanan arel – arek Suroboyo dalam menghadapi penjajah juga sebagi benda cagar budaya.

LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUSEUM SEPULUH NOPEMBER 

Untuk mendukung keberadaan Tugu Pahlawan dan untuk melengkapi fasilitas sejarahnya, maka didirikanlah Museum Perjuangan Sepuluh Nopember 1945. Bangunannya berbentuk piramid yang ditenggelamkan sedemikian rupa tujuh meter dibawah permukaan areal, dengan maksud agar keberadaan bangunan tersebut tidak mendominasi keberadaan Tugu Pahlawan.

Didalam museum ini pengunjung juga dapat mendengarkan pidato Bung Tomo yang berapi – api untuk membangkitkan semangat juang rakyat dalam menghadapi Ultimatum Sekutu.

Semangat Juang serta persatuan dan kesatuan yang tinggi dalam pertempuran 10 Nopember 1945 inilah yang kemudian diabadikan dalam predikat Surabaya sebagai kota Pahlawan

Didalam Museum terdapat Koleksi persenjataan , baik dari pihak sekutu maupun dari pihak Jepang, yang digunakan pada pertempuran 10 Nopember 1945 . Selain itu juga terdapat hall of fame /ruang hening, gugus patung, koleksi foto, koleksi bersejarah,dari Bung Tomo, beberapa seting peristiwa penting yang dirangkum dalam delapan diorama statis, dan penanyangan film 10 Nopember 1945 dalam diorama elektronik.

Didalam museum ini pengunjung juga dapat mendengarkan pidato Bung Tomo yang berapi – api untuk membangkitkan semangat juang rakyat dalam menghadapi ultimatum sekutu.

Semangat Juang serta persatuan dan kesatuan yang tinggio dalam peretmpuran 10 Nopember 1945 inilah yang kemudian diabadikan dalam predikat Surabaya sebagai kota Pahlawan

Museum sepuluh Nopember diresmikan mula mulasecara soft opening 10 Nopember 1998 oleh Walikota Surabaya, Bapak Sunarto Sumoprawiro, sedangkan grand opening tanggal  19 Februari 2000 oleh Presiden Abdurrahman Wahid.