Bidang 1:
- Lahir di Purbalingga pada tanggal 1 Januari 1911, Mayjend Soengkono merupakan putra kedua dari dua bersaudara dengan Ayah bernama Tawireja dan Ibu bernama Rinten.
- Pernah bersekolah masa kecil di Sekolah Ongko Loro Muhammadyah, Purbalingga, lalu HIS dan Mulo.
- Sejak kecil mempunyai cita-cita menjadi seorang tentara, maka Mayjend Soengkono masuk ke Kweek School Voor Inlandsche Schepelingen (KIS) atau Institusi Kejuruan Teknik Perkapalan. Setelah lulus, ditempatkan di Instansi Militer Laut Belanda (Vliegtuigmaker) sebagai mekanik kapal.
- Pernah menjadi awak Kapal Seven Provincien, Mayjend Soengkono salah satu orang yang turut dalam mogok masal memprotes kebijakan Gubernur Jendral B.C. De Jonge, yaitu pemotongan gaji awak kapal sebesar 17 % pada tahun 1933 akibat krisis moneter.
- Born in Purbalingga on January 1 1911, Major General Soengkono was the second son of two brothers with a father named Tawireja and a mother named Rinten.
- He attended school as a child at Ongko Loro Muhammadyah School, Purbalingga, then HIS and Mulo.
- Since he was a child, he dreamed of becoming a soldier, so Major General Soengkono entered the Kweek School Voor Inlandsche Schepelingen (KIS) or Naval Engineering Vocational Institution. After graduating, he was placed at the Dutch Maritime Military Agency (Vliegtuigmaker) as a ship mechanic.
- Once a crew member of the Seven Provinces, Major General Soengkono was one of the people who took part in the mass strike protesting the policy of the Governor General of B.C. De Jonge, namely cutting crew salaries by 17% in 1933 due to the monetary crisis.
Bidang 2:
- Setelah diberhentikan dari awak kapal Seven Provinsien, Mayjend. Soengkono bergabung dengan Komunitas awak kapal di Surabaya, dan lanjut bergabung menjadi Tentara PETA.
- Mengawali karir militer sebagai Tentara PETA bentukan Jepang yang pada akhirnya bubar, setelah itu jebolan Heiho dan PETA menjadi BKR dan Mayjend. Soengkono akhirnya terpilih menjadi pimpinan pasukan BKR Kota Surabaya.
- Tergabung dalam pasukan BKR Kota Surabaya, Mayjend Soengkono terlibat dalam berbagai peristiwa pertempuran di berbagai penjuru kota, termasuk penyerbuan Markas Besar Kaigun Angkatan Laut Jepang di Gubeng.
- After being dismissed from the crew of the Seven Provinces, Maj. Gen. Soengkono joined the ship's crew community in Surabaya, and then joined the PETA Army.
- Starting his military career as a PETA soldier formed by Japan which eventually disbanded, after that Heiho and PETA graduates became BKR and Major General. Soengkono was finally elected as leader of the Surabaya City BKR troops.
- Joining the Surabaya City BKR troops, Major General Soengkono was involved in various battle events in various parts of the city, including the attack on the Japanese Navy's Kaigun Headquarters in Gubeng.
Bidang 3:
- Perumusan dan Ikrar Naskah Pregolan, sebagai jawaban atas ultimatum Tentara Sekutu agar menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Namun Naskah Pregolan menetapkan untuk mempertahankan Kota Surabaya dan melawan Tentara Sekutu.
- Memimpin BKR dengan membantu Divisi Dapur Umum pimpinan Bu Dar Mortir, untuk mendistribusikan makanan dan minuman kepada para Tentara Pejuang Arek-Arek Suroboyo.
- Mayjend. Soengkono terlibat dalam berbagai pertempuran di kota Surabaya melawan serangan Tentara Sekutu baik dari darat, laut maupun udara.
- Formulation and Pledge of the Pregolan Manuscript, in response to the Allied Army's ultimatum to surrender unconditionally to the Allies. However, the Pregolan Manuscript stipulates defending the city of Surabaya and fighting the Allied Army.
- Leading BKR by assisting the Public Kitchen Division led by Bu Dar Mortir, to distribute food and drinks to the Arek-Arek Suroboyo Fighter Soldiers.
- Maj. Gen. Soengkono was involved in various battles in the city of Surabaya against Allied Army attacks from land, sea and air.
- Pada Tanggal 3 Maret 1946, Mayjend Soengkono diangkat sebagai Panglima Divisi VII, meliputi daerah Surabaya, Bojonegoro dan Madura. Lalu pada tanggal 23 Mei 1946 menjadi Panglima DIvisi TRI Narotama meliputi Surabaya, Madura dan Kediri.
- Pada Tahun 1948 diangkat oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Militer Jawa Timur dan pangkatnya dikembalikan menjadi Kolonel, dengan tugas menumpas gerakan PKI Madiun, dan berhasil.
- Pada tanggal 16 Juni 1950, Soengkono alih tugas ke Jakarta dan pangkatnya naik menjadi Brigadir Jendral. Dan pada tahun 1958 ia diangkat menjadi Inspektur Jendral Pengawasan Umum Angkatan Darat, dengan kenaikan pangkat Mayor Jendral, hingga pensiun dengan jabatan terakhir Penasehat Menteri/Pangad
- On March 3 1946, Major General Soengkono was appointed as Commander of Division VII, covering the areas of Surabaya, Bojonegoro and Madura. Then on May 23 1946 he became Commander of the TRI Narotama Division covering Surabaya, Madura and Kediri.
- In 1948 President Soekarno was appointed Military Governor of East Java and his rank was returned to Colonel, with the task of crushing the PKI Madiun movement, and was successful.
- On June 16 1950, Soengkono transferred his duties to Jakarta and was promoted to Brigadier General. And in 1958 he was appointed Inspector General of Army General Supervision, with a promotion to the rank of Major General, until he retired with the final position of Advisor to the Minister/Commander of the Army.